Langsung ke konten utama

Ketika Bung Karno Menjadi Immawan


Immawan Bung karno
Orang tidak bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin - Soekarno (1901-1970)
Baru-baru ini saya membaca novel berjudul Immawan Bung Karno, karya Rusdianto dan Muliansyah Abdurrahman Ways terbitan Global Base Riview tahun 2016 lalu. Novel ini berkisah tentang pergulatan sejarah organisasi kemahasiswaan Ikatan Mahasisswa Muhammadiyah (IMM) yang tak luput dari peran penting Bung Karno didalamnya. Isinya menarik sebab membahas satu kepingan sejarah yang tak banyak diketahui publik.

Di mata saya, Sukarno bukan saja seorang pendiri bangsa yang hebat, tetapi juga sosok yang kontroversial. Dulu, ketika orde lama masih diselimuti otmosfer perjuangan bangsa dalam revolusi dan ideologi, Sukarno juga pernah membuat suatu himpunan kekuatan institusi politik yang menuai banyak kecaman. Himpunan kekuatan ini ia namai dengan NASAKOM (Nasionalis, Islam, Komunis). Menurut beberapa literatur sejarah, hal inilah yang juga menyebabkan Masyumi memposisikan diri sebagai oposisi karena enggan bergabung bersama kaum komunis.

Bacaan ini berfokus pada pergolakan politik orde lama yang berimbas pada terbukanya gerbang akselerasi bagi pemuda Muhammadiyah untuk membentuk satu organisasi kemahasiswaan yang hingga kini dikenal dengan nama Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Dalam satu halaman dijelaskan bahwa Djazman Al Kindi beserta pengurus DPP IMM periode awal tahun 1965 menemui Bung Karno dengan membawa misi bersejarah dalam pergerakan mahasiswa dan meminta restu sang proklamator untuk mendirikan organisasi ini. Pada pertemuan itulah Kindi memanggil Sukarno dengan sebutan "Immawan" yang merupakan sebutan akrab bagi kader-kader IMM.

Novel setebal 136 halaman ini sekiranya bisa membasahi dahaga keraguan atas cikal bakal pendirian IMM sekaligus mengubah opini publik bahwa IMM dibentuk karena HMI mau dibubarkan. Masih banyak tokoh diluar sana yang kerap mempersoalkan pendirian organisasi ini. Farid Fatoni AF misalnya, dalam bukunya yang berjudul "Kelahiran IMM yang Dipersoalkan" juga membicarakan hal serupa. Namun terlepas dari iya atau tidaknya, tentu saya tidak bisa menyimpulkan begitu saja. Saya hanya penikmat buku dan bacaan yang memancing nalar.

Buku ini juga memuat berbagai script sejarah seperti tulisan pemberian restu Bung Karno atas berdirinya IMM, pidato Bung Karno saat Konferensi Asia Afrika di Bandung,hingga beberapa pidatonya sewaktu menjalani masa pengasingan di Bengkulu. Berbagai informasi dalam buku juga ini dikemas dalam bentuk cerita.

Banyak hal baru mengenai fakta sejarah berdirinya IMM yang berusaha dikemas dalam buku ini. Hanya saja, ada saja kekecawaan yang merembes saat membaca lembar demi lembar. Kesan saya, runutan cerita dalam buku ini terlampau susah dipahami sehingga para pembaca yang bukan berlatarbelakang IMM akan kebingungan dalam mengaitkan simpul-simpul sejarahnya.

Buku ini juga tidak mengandung banyak rujukan yang nantinya bisa menjadi bahan komparasi bagi pembaca dalam memaknai nilai-nilai sejarah yang terkandung didalamnya. Sebagai karya fiksi, pengarang buku juga seharusnya lebih berani mengutak atik fakta sejarah. Ia tak perlu setia dengan detail-detail, sebab fiksi membuatnya bebas dalam memainkan berbagai fakta-fakta umum yang selama ini berkembang dikalangan para sejarawan.

Mataram, 05 Februari 2017

Komentar

  1. Buku fiksi tentang sejarah, memang agak berat untuk dicerna, karena pikiran bawah sadar kita dibawah atau diajak kemasa lalu. Mungkin pembaca akan mengalami kesulitan. Hal yang wajar.
    Indonesia saat itu menjadi negara rebutan dua raksasa. Sehingga bermuncullah organisasi untuk memperkuat pengaruhnya. Pergolakan politik yang begitu panasnya.

    BalasHapus
  2. cerita fiksi tentang mang Bung Karno emang nggak ada habis-habisnya, seperti juga halnya dengan kepemimpinannyaketika Indonesia baru saja memproklamirkan menjadi negara merdeka...dong ah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selalu ada sisi menarik dari cerita Bapak Proklamator kita ini ya mang..

      Hapus
  3. Sosok Bung Karno yang begitu tegas dan penuh kontroversi menurut saya sulit sekali dicari tandingannya, coba ada sosok seperti beliau di zaman sekarang, mungkin ceritanya akan berbeda... :)

    BalasHapus
  4. kenapa tokoh seperti ini gak lahir lagi di zaman ini ya....., sy jg baru tau kalo 'Karno' itu versi Jawa dari 'Karna' saudara tertua pandawa lima. Sama-sama sakti cuma beda versi...yg 1 sakti pemikirannya, satu lagi emang sakti mandraguna

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k