Langsung ke konten utama

Seusai Membaca Novel Tan


Novel Tan

Beberapa waktu lalu saya melihat postingan yang di bagikan oleh penerbit Javanica di salah satu media sosial. Seperti biasa, Javanica kembali menerbitkan sebuah Novel BestSeller yang kemudian banyak diminati. Setiap Novel terbitan Javanica memang selalu asik untuk di jelajahi. Namun sebagai seorang mahasiswa yang tinggal di perantauan, tentu saja saya tidak bisa begitu saja menuntaskan rasa penasaran saya terhadap sebuah buku.

Saya harus menunggu saat yang tepat untuk memboyongnya dari Gramedia, lalu dengan segera menemukan lapis makna yang terkandung pada bacaan tersebut. Dalam beberapa minggu, kembali saya harus berhemat. Menyisihkan sedikit demi sedikit keping logam untuk mendapatkan buku yang di inginkan.

Orang bijak mengatakan bahwa kesabaran itu selalu berbuah manis. Tepatnya seperti itulah yang saya rasakan. Ketika memiliki cukup uang, saya tak menyia-nyiakan waktu. Sore itu bersama seorang sahabat, saya mengunjungi Gramedia Mataram dengan tujuan membeli buku yang saya lihat tempo hari. Harganya memang tidak bersahabat bagi kantong seorang mahasiswa tingkat akhir. Tapi demi menunaikan rasa penasaran saya yang sudah sampai di ubun-ubun, saya pun membelinya.

Bagi saya, buku itu adalah embun kesejukan untuk menuntaskan dahaga keilmuan siapa saja. Membeli sebuah buku, ibarat membeli makanan yang di dalamnya memiliki kandungan nutrisi penting bagi tubuh. Namun karena status saya adalah mahasiswa dengan latar belakang perekonomian keluarga yang sederhana, maka akan ada manivestasi perjuangan yang cukup panjang setiap kali ingin membeli sebuah buku. Sebab jika buku adalah jendela ilmu, maka membaca adalah kuncinya.

Beberapa minggu berselang, akhirnya saya berhasil menutuntaskan novel yang berjudul Tan, karya Hendri Teja ini. Novel terbitan Javanica ini menceritakan tentang sisik melik kehidupan Tan Malaka. Salah satu sosok terpenting dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, tokoh yang pemikirannya mampu menggugah semua tatanan, serta segala bentuk aktivitasnya harus mendapat perhatian serius dari pemerintah kolonial masa itu. Tan Malaka adalah bapak bangsa yang terlupakan.

Isinya menarik sebab membahas satu kepingan sejarah dari seorang tokoh besar bangsa yang justru harus meregang nyawa di ujung senapan tentara republik yang ia dirikan. Kelak namanya pula harus terbenam dalam lipatan sejarah, karena ideologi yang di anut oleh tokoh ini tak mudah diterima begitu saja oleh sejumlah kalangan. Tak banyak generasi kekinian yang mengenal beliau, namanya tak pernah tersentuh di dalam buku sejarah Sekolah sekalipun.

Banyak orang yang menyebutkan bahwa sosok ini adalah komunis yang tak layak untuk dikenang. Bahkan oleh berbagai kalangan ia seringkali di cap sebagai sosok najis yang namanya tak layak diingat. Tak banyak penulis dalam negeri yang mengabadikan kisahnya dalam jeratan aksara, hiruk pikuk perjuangnya justru memikat hati sejarawan asal Belanda Albert Poeze untuk menggali lebih dalam kehidupan putra kelahiran 2 Juni tahun 1897 tersebut. Dari penelusuran yang di lakukan Poeze, publik akhirnya mengetahui siapa yang berada di balik kematian Ibrahim Datuk Tan Malaka pada 21 Februari 1949 silam.

Beberapa stigma yang melekat pada tokoh ini tak membuat saya berhenti untuk mengumpulkan lembar demi lembar karya yang ia tulis di masa kolonial. Banyak buku yang lahir dari guratan penanya memenuhi ruang bacaan saya. Salah satu buah pikiran Tan yang fenomenal tertuang dalam Naar De Republik (1925) dan Madilog (1943).

Naar De Tepublik adalah pikiran pertama yang membicarakan konsep negara republik lalu tertuang dalam sebuah kertas. Sedangkan Madilog adalah cara berfikir yang realistis, pragmatis, dan fleksibel. Mencoba mengurai pemikiran barat untuk mengikis nilai-nilai feodalisme, mental budak, dan kultus takhayul yang menurutnya tengah diidap rakyat Indonesia kala itu. Madilog, merupakan presentasi ilmiah melalui serangkaian proses berfikir dan bertindak secara materialistis, dialektis, dan logis dalam mewujudkan sebuah tujuan sistematis dan struktural.

Dalam novel karya Hendri Teja ini, saya menemukan banyak hal baru tentang Tan Malaka. Novel ini tidak saja mengulas tentang kiprah politik serta perjuangnnya, tapi juga tentang pergulatan batin seorang laki-laki normal yang juga memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya.

Novel setebal 245 halaman ini menyajikan secara dramatis bagaimana Tan Malaka harus mengorbankan perasaanya kepada gadis desa bernama Enur, seorang yang begitu ia cintai, demi menuntaskan rasa cintanya terhadap hal lain yang lebih besar. Cinta terhadap tanah air dan bangsanya. Cinta untuk melihat bangsanya tumbuh tanpa bayang-bayang imperialisme yang menggilas kesejahtraan rakyat.

Novel ini juga di hiasi dengan beberapa sajak getir Tan Malaka ketika berada di dalam penjara. Sajak seorang lelaki bertubuh krempeng kepada gadis yang mengisi ruang kosong di dalam dadanya. Bait demi bait yang terlontar seakan memecah kesunyian yang ia derita selama mendekam di balik kokohnya jeruji besi penjara Bandung.

Hujan adalah air mata tuhan atas dukaku
Saat jejak-jekak cinta musnah dari nafasmu
Lebur dalam satu keputus asaan
Jadi sesuatu, jadi apa yang ku tak mau

Garis khayal dan benar makin pudar
Kala di bawah gerah ku palingkan arah
Bisik kata getir dalam relung telingaku
Untuk yang terakhir, pada jiwa yang mati suri

Kalau hujan ini henti aku mau lari
Tidak menujumu-menujumu tidak
Tidak menjauhmu-menjauhmu tidak
Aku mau gerak di tempat
Bersama harapan-harapan tuak


Novel Tan

Novel ini juga secara terperinci menyajikan kisah hidup pria kelahiran Nagari Pandam Gadang, Suliki, Sumatra Barat ini ketika bersekolah di Nedherlands. Mengulas bagaimana pertemuannya dengan Fenny, seorang gadis Belanda yang membuat Tan harus gelagapan saat memandang matanya. Cerita tentang pertemuannya dengan Wouters, seorang buruh pabrik yang akhirnya berhasil memicu Tan untuk lebih banyak mengkonsumsi buku-buku politik ketimbang buku pelajaran sekolah.

Novel ini membuat saya sesaat merenung, memikirkan betapa perjalanan panjang seorang Tan Malaka dalam usahanya merajut bingkai kemerdekaan bagi Republik yang di cintainya. Mulai dari melepaskan gelarnya sebagai Datuk Pamuncak demi melanjutkan pendidikan, hingga menjadi ketua dari organisasi pergerakan buruh yang membuatnya harus rela mendekam dari penjara ke penjara.

Di mata saya, Tan Malaka adalah tokoh yang luas. Dia bukan saja seorang Marxis tulen dalam pemikiran, tapi juga seorang Nasionalis yang tuntas dalam tindakan. Muhammad Yamin menyebutnya bapak republik Indonesia, dia dipersamakan dengan George Washington di Amerika. Ada juga Rudolf Mrazek, dia menyebut Tan Malaka sebagai manusia yang komplet. Serta DR Alfian yang menyebutnya sebagai pejuang revolusioner yang kesepian. Tan adalah seorang aktivis politik yang menghabiskan 20 tahun hidupnya sebagai buronan di berbagai negara.

Novel ini hadir dengan informasi yang sangat kaya, namun ada sejumput kekecewaan yang merembes ketika sampai di lembar-lembar terakhir. Saya di buat penasaran karena novel ini tak menyajikan cerita tentang bagaimana kehidupan Tan Malaka saat berada di negara-negara pelarian.

Saya penasaran bagaimana cerita ketika Tan Malaka di tangkap oleh polisi Hongkong, hingga pada ujungnya memicu beliau untuk mengeluarkan sebuah pernyataan yang sampai saat ini tetap terkenal di kalangan para aktivis.

Saya juga belum tahu benar bagaimana kisahnya ketika dia harus dirawat oleh gadis Tiongkok akibat penyakitnya yang kambuh di masa pelarian. Atau cerita uniknya saat mengajari gadis Asia berbahasa Inggris. Apa mungkin si penulis sedang mempersiapkan Novel selanjutnya? Ah semoga saja demikian.

Mataram, 31 Oktober 2016

Komentar

  1. Wah saya sih sebenernya gak begitu suka sama novel tapi, pengen beli jadinya setelah baca ini artikel... Iya saya juga harus ngumpulin uang dulu buat beli ini buku sepertinya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kadang saya mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk mendapatkan sebuah buku mas hehe

      Hapus
  2. Wah, seneng banget pastinya ya, akhirnya bisa beli novel inceran dari hasil perjuangan ngumpulin recehan. Saya juga pernah ngerasain itu, hehe...

    BalasHapus
  3. saya kira ttg biografinya Tan Malaka, ternyata novel ya... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, novel ini juga mengulas biografi beliau dengan gaya bahasa yang baik.

      Hapus
  4. menarik juga membaca orang yang dijuluki bapak republik ini, novel ini masuk dalam bursa buku bacaan saya selanjuutnya nih kang hehehe

    BalasHapus
  5. jadi novel itu selain kisahnya makjleb, perjuangan mendapatkannya itu yang luar biasa menginspirasi...euy

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe namanya juga mahasiswa mang. Belum punya pendapatan sendiri :)

      Hapus
  6. Anak bangsa ini perlu mengenal orang-orang yang berjiwa besar, meski sempat dikecilkan bahkan dipandang tidak ada. Tan Malaka di antaranya.

    BalasHapus
  7. Saya paling nggak suka baca novel, soalnya panjang sekali... jadi ngantuks kalau baca

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dulu saya awalnya juga begitu mas. tapi lama2 kebiasaan

      Hapus
  8. Suka baca novel juga ya ? kebetulan gue juga suka . Kayaknya cukup menarik perhatian gue deh , soalnya membahas tentang sejarah gitu ya ?.

    BalasHapus
  9. Tulisan yang bagus. Saya pun ingin membaca buku ini tapi harganya belum memungkinkan mahasiswi seperti saya untuk membelinya. Senang begitu tahu kamu juga punya hobi membaca. Saya pun juga sangat menggemari membaca, fiksi-biografi-non fiksi saya suka. :)
    Tetap sebarkan semangat membaca ya.

    BalasHapus
  10. Saya suka tokoh yang satu ini..btw, kalau mau hemat beli buku di gramedia, buat kartu member deh..dapat diskon 10% hehe..lumayan kaannn

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berita bagus ni hehe :D kapan2 bisa di coba mba

      Hapus
  11. nabung dulu buat beli buku. samaaaaaa :'D

    BalasHapus
  12. Saya sering mendengar tentang Tan Malaka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, semoga namanya tetap terpatri dalam benak kita semua :)

      Hapus
  13. Terimakasih sudah mengikuti GA Kisah Antara Aku dan Buku. Nantikan pengumuman pemenangnya di tanggal 15 Nopember.


    Salam,

    Izzah Annisa

    BalasHapus
  14. Aku baru denger Tan Malaka hehehe...bagus reviewnya jadi tahu sosok blio dan pengen baca juga ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah terimakasih banyak sudah berkunjung mba :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k