Langsung ke konten utama

Pungli Bikin Geli, Saya Dukung Jokowi Berantas Pungli


Pungli Bikin Geli

Jika di Filipina, setiap pidato Rodrigo Duterte selalu menyoroti masalah Narkoba, maka di Indonesia, dalam setiap pidato Presiden Jokowi akhir-akhir ini, dia lebih banyak berbicara masalah Pungli atau pungutan liar. Jokowi secara terang-terangan menyatakan perang terhadap praktik nakal tersebut. Pungli atau pungutan liar merupakan tindakan ilegal yang biasanya dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, sebab pengenaan biaya di tempat tanpa aturan dan perintah yang jelas adalah sebuah penyimpangan.

Menindaklanjuti keseriusan pidatonya, beberapa hari yang lalu, mantan gubernur Jakarta itu ikut melakukan operasi tangkap tangan di kantor kementrian Perhubungan, hal tersebut berkaitan dengan pungli perizinan. Meskipun oleh sebagian pengamat kehadiran Jokowi pada operasi tersebut di nilai sebagai pengalihan isu yang tengah menimpa rekannya ketika menjabat sebagai gubernur, tapi sebagai masyarakat yang tidak memiliki kepentingan politik, saya akan tetap mengapresiasi kinerja sang Presiden.

Keseriusan Jokowi untuk memberantas pungli juga tidak alpa dari berbagai cibiran, pada sebuah media saya membaca opini dari Anggota Komisi III DPR Supratman Andi Agtas yang mengatakan bahwa langkah pemerintah sangat baik dengan membentuk OPP, tapi kehadiran Presiden di tempat penangkapan ia nilai sebagai sesuatu yang berlebihan bak drama. “Kayaknya malah kelihatan berlebihan ya. Tapi ya tetap kita harus hargai dan dukung upaya penegakan hukumnya, itu akan jadi semacam syok terapi bagi para pelaku”. Politikus asal Gerindra tersebut menilai bahwa kehadiran Jokowi di operasi kepolisian itu menjadi sebuah drama hukum yang bakal menuai berbagai opini, termasuk soal pengalihan isu fenomena pilkada DKI yang kian memanas.

Selain itu, dia juga sempat mendapat sebuah kritikan yang menilai uang hasil tangkapan dari praktik pungli tersebut terlalu kecil untuk diurus oleh seorang Presiden. Mereka seolah-olah membandingkan jumlah kerugian negara dari praktik pungli dengan korupsi, mungkin saja mereka berpikiran bahwa selama kegiatan tersebut tidak menghasilkan kerugian negara dalam jumlah besar, maka tak perlu di seriusi. Hal ini serupa dengan apa yang terjadi beberapa waktu lalu, ketika itu ada seorang petingi negara ditangkap karena melakukan korupsi, tapi orang-orang justru berdebat tentang jumlah uang yang di korupsi oleh pejabat tersebut.

Bahkan dalam perdebatan tersebut, ada yang berkomentar bahwa banyak kasus lain yang seharusnya diatasi terlebih dulu, ketimbang korupsi yang jumlahnya tak seberapa itu. Di mata saya, baik pungli atau korupsi tak terkait dengan angka-angka, pungli tak punya relasi dengan berapa banyak uang yang dikeluarkan tukang sate untuk mengurusi KTP,  pungli tak ada hubunganya dengan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pemuda desa saat membuat SIM, juga dengan ibu-ibu tua yang ditipu pejabat ketika mengurus pajak.

Pungli itu terkait dengan moral, pungli itu serupa tindakan pemerasan, menggunakan kapasitas jabatan sebagai alat untuk memeras masyarakat demi kepentingan pribadi. Jabatan yang seharusnya digunakan untuk melindungi dan melayani orang lian, ditangan mereka yang tidak bertanggung jawab, malah dijadikan alat untuk melakukan tindak pemerasan. Pungli juga merupakan cikal bakal dari maraknya kasus korupsi di Indonesia. Sungguh naif argumentasi yang menyoroti praktik pungli dari sisi jumlah. Berapapun jumlahnya, selagi seseorang mendapatkan sesuatu dengan cara menyimpang, maka orang tersebut wajib mendapat banyak pertanyaan, bahkan diberi sangsi.

Celakanya praktek pungli kian marak di Indonesia saat ini, di setiap lembaga berbasis pelayanan publik, praktik jahat ini biasa terjadi. Masyarakat kecil selalu diberatkan oleh pejabat-pejabat daerah melalui kegiatan pemungutan liar seperti ini, sebab masyarakat harus memberikan biaya tambahan selain biaya resmi saat mengurusi dokumen tertentu pada instansi pemerintah. Praktek pungli bisa terjadi dimana saja, korban dari praktik ini adalah masyarakat awam yang buta terhadap prosedur. Pungli biasa terjadi di kantor-kantor, pelabuhan-pelabuhan, jalan-jalan, sekolah-sekolah dan di banyak tempat lain di Indonesia.

Orang-orang yang terbiasa melakukan praktek ini, lebih terlihat seperti preman ketimbang pejabat, atau pelayan publik. Mereka layaknya pembunuh berdarah dingin yang siap melancarkan aksinya kepada siapa saja. Secara tidak sadar, masyarakat telah dibohongi dan diperalat dengan sejumlah ancaman halus. Biasanya dalam melancarkan suatu aksi, mereka mulai bercerita tentang sejumlah prosedur yang harus diikuti masyarakat ketika mengurusi sebuah dokumen, mereka sangat pandai memetakan watak masyarakat kita yang serba instan dan cepat saji. Sehingga mereka memanfaatkan kondisi ini untuk memperpanjang daftar lembaga yang terjangkit pungli. Alih-alih memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk taat prosedur, mereka justru menawarkan jalan pintas dengan meminta sejumlah uang untuk mempercepat proses.

Di Mataram, tiga personel kepolisian di lingkup kerja Polda, tertangkap tangan telah melakukan pungutan liar saat bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat beberapa waktu lalu. Mereka yang kedapatan melakukan praktik pungli diantaranya karena menerima sejumlah uang dari calon pembuat SIM. Kejadian serupa juga terjadi di Kabupaten Lombok Utara, seorang oknum anggota Satlantas tengah melaksanakan tugas operasi gabungan di depan kantor Dispenda, Lombok Utara. Tak lama berselang, dia kemudian diamankan karena diduga menerima uang 'pelicin' dari seorang pengendara yang jelas telah melanggar aturan berkendara.

Sejak pertama kali mendengar pidato presiden tentang keseriusannya membrantas pungli, saya sangat senang, sebab membrantas pungli juga merupakan upaya membrantas praktik KKN di Indonesia. Di Sumbawa, praktik-praktik jahat KKN sudah sedemikian mengakar, siapa yang dekat dengan kekuasaan maka dengan mudah mendapat pekerjaan. Bagi mereka yang terlahir dari keluarga biasa, hanya bermodalkan kecerdasan saja tentu tidak cukup untuk bekerja pada lembaga pemerintah. Mereka harus memiliki hubungan yang spesial dengan pejabat, mereka harus menjilat dan memuji-memuji kinerja pejabat daerah untuk menarik simpati mereka.

Terhadap setiap kasus berbau KKN, kita mendesak sekuat tenaga agar negara segera memberantasnya. Tak perlu ada perdebatan mengenai jumlahnya, sebesar Zarrah ataukah tidak, selagi itu menyangkut KKN kita tetap harus menghajarnya. KKN seumpama virus yang menggrogoti semua tatanan, kita mendesak agar masalah seperti ini segera di atasi. Demi membangun masa depan yang lebih baik, demi melihat Indonesia melesat bak roket, maka praktik-praktik seperti ini harus segera dimusnahkan.

Masyarakat kecil tidak harus diberatkan oleh praktik-praktik liar seperti ini, sebab mereka telah memberikan sepeser uang hasil keringat mereka untuk menggaji para pejabat publik. Mereka punya saham atas gaji tinggi para pejabat, dari gaji yang diterima setiap bulan itu, ada keikhlasan seorang penjual nasi uduk yang dipotong sekian rupiah, ada juga potongan dari setiap kilogram Apel yang terjual. Boleh jadi disitu ada sekian persen gaji seorang bapak krempeng yang membanting tulang sebagai buruh pabrik, barangkali disitu ada jejak pembayaran seorang petani jagung yang baru saja menjual hasil panen, atau dipotong dari bayaran seorang pekerja seks yang menggadaikan kehormatannya demi membeli susu seorang bayi yang tidak terbiasa dengan ASI.

Kita tak pernah tahu bagaimana mereka menjalani kesehariannya, yang kita pahami hanya ketika negara mewajibkan mereka untuk membayar pajak, mereka dengan ikhlas mengeluarkan keping-keping rupiah hasil keringatnya. Sehingga menjadi sangat wajar ketika negara selalu menjadi garda terdepan bagi orang-rang jujur dan ikhlas seperti mereka. Mereka seharusnya dilayani bahkan dipermudah urusannya oleh para pejabat publik, bukan malah di tipu atau di peras dengan cara kotor.

Mataram, 17 Oktober 2016

Komentar

  1. pungli masih mudah banget dijumpai

    BalasHapus
  2. Sepakat. lebih tepat disebut preman ketimbang pejabat ketika kedapatan praktik pungli :Q

    BalasHapus
  3. Betul tuh kang apa yang menjadi tujuan pak jokowi saya setuju, karena ditempat saya juga sering saya melihat, ahi hi hi. :-D

    BalasHapus
  4. pak JokoWi, presiden yang mau mendengar, mau melihat dan mau berbuat ^o^

    BalasHapus
  5. Ini semacam penyakit yang sudah sanga kronis,hampir disetiap instansi Pngli dan Koroupsi semakin berakar.Semoga saja semuanya bisa BERKURANG..ya kan mas..hee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah berbudaya kang. Lahir dari budaya setoran :)

      Hapus
  6. Tak peduli ya, Mas, mau lima ribu, sepuluh ribu, atau seratus ribu, pungli tetap harus diberantas. Kelihatannya per orang yang kena pungli hanya ribuan, tapi kalo kali berapa orang setiap hari. Tentu jadinya juga banyak.

    BalasHapus
  7. Setuju. :D Semoga negara ini bisa tertib tanpa pungli-punglian. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. padahal mang pungli udah pindah ke kota sejak lama loch...

      Hapus
    2. Di pelosok-pelosok kian marak kang :D

      Hapus
  8. nggak pungli nggak asik mang...
    soalnya punggungku ini memang sudah liat dari sonohnya, makanya setiap kali di pijit sama ibue selalu bilang Punggung ayah Liar...gituh ibue selalu bilang....

    liar apanya, coba...
    Pungli = Punggung liar

    BalasHapus
  9. semoga pemberantasan pungli nggak hanya tingkat atas (kementrian, dll) tapi juga yang bawah2, seperti parkir. ikh semakin hari makin mahal aja duit parkir, nggak tau itu duitnya kemana :((

    BalasHapus
  10. Sangat setuju dengan pemberantasan ini, soalnya pungli sudah sangat meresahkan, dan pelakunya juga tidak sembunyi-sembunyi lagi melakukannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, pelakunya biasanya adalah pelayan masyarakat. Sudah digaji tinggi memberatkan pula.

      Hapus
  11. Parkir liar termasuk pungli juga engga ya??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau parkir liar tanpa ijin sih juga termasuk kayaknya :)

      Hapus
  12. sepakat. aku juga sebel dengan pungli. emang sih kesannya kecil cuma 10.000 atau 20.000 tapi kalo dikali 100 orang aja sehari itu kan bisa jadi pemasukan tersendiri buat negara jika emang serius dijadiin anggaran resmi sekalian. Tapi malah masuk kantong pribadi. asli bikin geli, muak dan nyebelin. itu baru kelas teri... bayangkan berapa buat punglitor kelas kakap? btw pelaku pungli namanya apa sih? ini aku kayaknya ngarang deh punglitor

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha ngak tau juga mba, anggap aja pelakunya itu hamba tuhan yang tidak bertanggung jawab :D

      Hapus
  13. saya pun setuju dengan pemberantasan pungli ini mas.karena hampir disetiap pelayanan publik saat ini selalu ada pungli yg merugikan kita

    BalasHapus
  14. Kalau ada PungLi sebaiknya di kePung dan di buLi biar jera ya mass...
    Kita dukung program Pak Jokowi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang warga bisa lansung sms kalau liat pungli mas

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil

Angling Dharma dan Imajinasi Masa Kecil Di antara sekian banyak serial kolosal tanah air, favorit saya tetaplah Angling Dharma. Semasa masih SD dan SMP, saya tak pernah alpa menonton film ini. Saya sampi hapal nama-nama tokoh juga ajian pamungkasnya.  Semalam, saya menghabiskan waktu berjam jam untuk menyaksikan serial Angling Dharma di Youtube. Saya menonton ulang episode demi episode. Beberapa yang saya sukai adalah mulai dari Wasiat Naga Bergola hingga pertempuran melawan Sengkang Baplang.  Entah kenapa, meskipun sudah menonton berkali-kali, saya tak pernah bosan. Serial Angling Dharma punya cita rasa tersendiri bagi saya. Serial ini selalu mampu membangkitkan ingatan di masa kecil. Dulu, saya selalu menyembunyikan remot tv saat menyaksikan serial ini.  Salah satu adegan favorit saya adalah saat Angling Dharma beradu kesaktian dengan banyak pendekar yang memperebutkan Suliwa. Hanya dengan aji Dasendria yang mampu menirukan jurus lawan, ia membuat para musuhnya tak berkutik. Angling

Rahasia Sukses Timnas Maroko di Piala Dunia Qatar 2022

Timnas Maroko "Itulah bola, selalu ditentukan oleh nasib, sebagaimana Argentina vs Arab Saudi kemarin. Demikian pula yang terjadi pada Maroko malam tadi".  Kalimat di atas adalah contoh kalimat malas mikir. Tak mau menganalisa sesuatu secara objektif dan mendalam. Akhirnya tidak menemukan pembelajaran dan solusi apapun atas satu peristiwa.  Jangan mau jadi orang seperti itu. Berfikirlah secara rasional. Gunakanlah semua instrumen untuk menganalisa satu perkara. Perihal Maroko menang semalam itu bukan soal sepakbola itu ditentukan nasib, tapi soal kualitas pemain, strategi, mental tim, dan kerja keras.  Salah satu faktor kekalahan Argentina melawan Arab Saudi pada fase grup adalah efektivitas jebakan offside yang diterapkan Arab Saudi. Hal itu juga diiringi dengan efektivitas pemain Arab Saudi dalam mengkonversikan peluang menjadi gol.   Portugal menang 6-1 lawan Swiss bukan ujuk2 soal nasib baik, tetapi karena kolektifitas tim dan faktor yang disebutkan di atas tadi. Pelatih

Kesadaran Memiliki Anak

Gambar: google Lagi ramai soal " childfree " atau sebuah kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak. Biasanya, penganut childfree ini beranggapan bahwa memiliki anak itu adalah sumber kerumitan. Benarkah?  Saya belum bisa menyimpulkan sebab sampai tulisan ini di buat, saya sendiri belum memiliki anak. Tapi, menarik untuk membahas tema ini. Saya senang dengan kampanye soal ribetnya memiliki anak, sekali lagi saya ulangi, jika kampanye itu bertujuan untuk membangun kesadaran bahwa tidak gampang memiliki, mengurusi, mendidik, dan membesarkan anak.  Maksudnya, jika kita ingin memiliki anak, sadari dulu konsekuensi bahwa memiliki anak itu tidak gampang. Para orang tua minimal dituntut untuk membesarkan anak ini secara layak. Tak perlu jauh-jauh, tengok saja di sekitar kita, tak jarang orang tua mengeksploitasi anak untuk kepentingan yang tidak wajar.  Contoh kasus: saya sering melihat ibu-ibu mengemis di lampu merah sambil menggendong anak. Di kota-k